Pasuruan, Seputarperistiwanews.com — Kalangan sesepuh, pecinta, dan pelestari budaya Jawa kembali menggelar ritual sesembahan ubo rampe di Sasono Situs Raos Pacinan dan Petilasan Ronggo Wongso dalam rangkaian kegiatan uri-uri sejarah budaya dan pelestarian tradisi di Desa Carat, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Kamis (10/7).
Gelar budaya yang rutin diselenggarakan setiap tanggal 15 Suro (Muharam) ini merupakan bagian dari kegiatan bertajuk Uri-uri Budaya. Acara tersebut digelar sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus menjaga nilai-nilai spiritual dan budaya yang diwariskan secara turun-temurun.
Sebelum memasuki kawasan Situs Raos Pacinan, para pelestari budaya menyempatkan singgah di Petilasan Ronggo Wongso, sebuah lokasi yang dikenal sebagai tempat jejak spiritual yang dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya Dusun Raos Baru, Desa Carat.
Dalam upacara ini, berbagai ubo rampe seperti tumpeng, bunga tujuh rupa, kemenyan, dan air suci disajikan sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus penghormatan kepada leluhur. Situs Raos Pacinan sendiri telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kabupaten Pasuruan, menegaskan pentingnya pelestarian situs bersejarah ini.
Kepala Desa Carat, Ahmad Fatoni, mengapresiasi semua pihak yang telah mendukung acara ini, mulai dari perangkat desa, panitia, tokoh masyarakat, hingga Forum Among-Among Budaya Kabupaten Pasuruan yang dipimpin oleh Bopo Agung.
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi momentum penting untuk mengambil hikmah dan merefleksikan kembali sejarah kuno wilayah Carat.
“Mari kita uri-uri budaya ini sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT dan wujud hormat kepada para leluhur. Lewat budaya, kita bisa belajar mengenali sejarah kita, termasuk silsilah dan asal-usul desa ini,” pungkas Ahmad Fatoni.
Rangkaian acara diisi dengan tradisi Odo-odo (Obong Dupo) dan Sabdo Tomo yang dipandu oleh tokoh budaya Bopo Sumo. Dalam sambutannya, Bopo Sumo mengisahkan sejarah pusat Ujung Galuh, keterkaitannya dengan wilayah Kediri, dan situs-situs bersejarah seperti Situs Pacinan (Tanjungsari), Pandota, Pamotan, dan Candi Pari yang kini mulai terlupakan.
“Bila usia leluhur telah mencapai 500 tahun, sejarah mereka akan ‘muncul kembali’. Ini menjadi tanda bagi kita untuk sadar akan sejarah dan mulai kembali belajar dari akar budaya kita,” tegas Bopo Sumo Jayadi.
Selain sebagai ajang pelestarian budaya, kegiatan ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi bagi generasi muda. Seorang siswi kelas 5 SD membawakan tembang Mocopat, Pangkur Putra, disusul oleh penampilan Mas Kumambang, Dandang Gulo, dan Kidung lainnya yang menunjukkan semangat dan kecintaan anak-anak terhadap warisan leluhur.
Forum Among-Among Budaya Kabupaten Pasuruan yang diketuai Bopo Agung turut memberikan apresiasi tinggi atas komitmen masyarakat Desa Carat dalam menjaga dan merawat warisan budaya lokal. Ia berharap kegiatan ini menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk menggali dan melestarikan sejarah dan budaya lokal masing-masing.
Mas Jujuk, seniman lokal, menyampaikan bahwa kegiatan ini layak disebut sebagai Sarasehan Budaya, karena menjadi ruang bersama untuk berdialog sekaligus merayakan tradisi melalui tembang Mocopat. Diselenggarakan bertepatan dengan bulan purnama di bulan Suro, acara ini menjadi upaya uri-uri budaya yang kian tergerus arus modernisasi. Ia berharap, sebagai seniman, dapat terus bersinergi dengan masyarakat dan pemerintah dalam menjaga warisan budaya leluhur.
Kegiatan di Situs Raos Pacinan sebagai bagian dari jejak sejarah nasional yang harus dilindungi. Melalui semangat gotong royong, kolaborasi lintas generasi, serta kecintaan terhadap budaya, masyarakat Desa Carat menunjukkan bahwa pelestarian sejarah bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menjadi pondasi jati diri dan kompas menuju masa depan yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa. mendapat perhatian dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Provinsi Jawa Timur di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, khususnya terkait pelestarian Situs Raos Pacinan yang sangat penting secara sejarah.
Dengan semangat gotong royong, kolaborasi lintas generasi, dan cinta budaya, masyarakat Desa Carat membuktikan bahwa sejarah bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga menjadi identitas dan arah masa depan bersama.
(ARYA)