Antara Harapan dan Kenyataan
Bangil, Seputarperistiwanews.com – Pameran seni lukisan kaligrafi bertajuk "Menggapai Romadhon" sekaligus HUT ke-44 "SMANBA REBORN" yang digelar di Jl. Bader Kalirejo, Bangil, telah sukses menyatukan para seniman, alumni, dan masyarakat setempat dalam sebuah acara yang penuh semangat. Pameran yang diadakan untuk merayakan kebangkitan SMAN Bangil (SMANBA), pada Senin, 10 Februari 2025 ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari seniman lokal hingga penggiat seni. Acara dibuka secara resmi dengan pengguntingan pita oleh H.M. Mischat, seorang tokoh legendaris sekaligus alumni yang juga merupakan penggagas kegiatan ini. Dalam sambutannya, Mischat menyampaikan harapan besar agar para seniman lukis kembali aktif berkarya dan berkolaborasi untuk memperkaya dunia seni.
Namun, meskipun dibuka dengan penuh antusiasme, pameran ini tidak lepas dari kritik yang cukup tajam. Salah satu isu yang muncul adalah ketidakhadiran beberapa pihak yang seharusnya memberi dukungan, seperti Ketua Panitia, Wakasek Sarpras, dan Kepala Sekolah SMANBA. Kehadiran mereka sangat dinantikan oleh para seniman dan alumni, karena dianggap penting untuk memberikan apresiasi terhadap kontribusi seni di sekolah tersebut. Sayangnya, mereka tidak hadir pada hari pertama pameran, yang sempat membuat H.M. Mischat kecewa. Dalam keterangannya, ia sempat menyarankan agar pihak sekolah mengirimkan perwakilan untuk hadir dalam prosesi pembukaan.
Selain itu, kondisi penataan pameran yang kurang memadai turut menuai keluhan. Beberapa pelukis, termasuk H.M. Mischat sendiri, menyayangkan ketidaksesuaian penataan karya seni yang ada di ruang pamer. Pihak penyelenggara hanya menyediakan sketsel khusus untuk karya siswa, sementara lukisan-lukisan dari pelukis senior dibiarkan tanpa penataan yang layak. Banyak karya seni yang hanya disandarkan begitu saja, menciptakan kesan berantakan dan jauh dari harapan untuk sebuah pameran seni yang terorganisir dengan baik.
Kekecewaan juga datang dari seorang seniman senior yang datang jauh dari Gununggangsir. Ia mengungkapkan rasa frustrasinya, mengatakan bahwa pameran ini terkesan seperti pasar malam, jauh dari kesan profesional yang seharusnya dihadirkan dalam sebuah pameran seni. Reaksi ini langsung menarik perhatian para pengunjung, yang akhirnya memotivasi penggagas perwakilan alumni untuk melakukan perbaikan penataan agar ruang pamer lebih sesuai dengan harapan para seniman dan pengunjung.
Namun demikian, meski ada sejumlah kendala, pameran "SMANBA REBORN" tetap berhasil menciptakan ruang diskusi dan apresiasi seni. Meskipun acara ini menghadapi beberapa tantangan dalam penyelenggaraannya, banyak pihak berharap bahwa pameran ini menjadi langkah awal untuk menghidupkan kembali semangat berkarya di kalangan siswa dan alumni SMANBA. Para pelukis dan pengunjung dapat melihat acara ini sebagai peluang untuk berinovasi dan terus berkembang.
Ke depan, semoga acara-acara seni semacam ini bisa lebih terorganisir dengan baik, menciptakan kenyamanan dan memberikan inspirasi bagi semua pihak yang terlibat. Dengan dukungan yang lebih kuat, diharapkan SMANBA bisa terus menjadi pusat pengembangan seni dan budaya yang berharga bagi Bangil.
(Arya)